Mau Akses Internet Cepat, Indonesia Harus Bayar Rp278 Triliun
Sumber: Clarkhoward.com

Nasional / 16 October 2014

Kalangan Sendiri

Mau Akses Internet Cepat, Indonesia Harus Bayar Rp278 Triliun

Lori Official Writer
5767
Pengembangan akses internet berkecepatan tinggi atau pitalebar (broadband) tengah menjadi fokus dan strategi utama Indonesia dalam meningkatkan persaingan bangsa dan kualitas hidup masyarakat. Terkait hal itu, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) berkomentar, untuk mencapai cita-cita itu dibutuhkan dana pembangunan mencapai Rp278 trilliun sepanjang 2014-2019.

Dalam acara peluncuran Rencana Pitalebar Indonesia (RPI) tersebut di Gedung Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Rabu (15/10), Menteri Perencanaan Pembangunan (PPN) / Kepala Bappenas, Armida Alisjahbana, mengatakan pendanaan itu disalurkan untuk enam program unggulan dan lima sektor prioritas dalam lima tahun, yakni pendidikan, kesehatan, pengelolaan pemerintah, pengadaan barang dan jasa, dan sistem logistik. Perkiraan pendanaan itu bahkan masih dalam akumulasi kebutuhan minimal.

“Adapun kontribusi APBN diperkirakan mencapai 10 persen dari total kebutuhan pendanaan. Selebihnya bisa swasta,” terang Armida, seperti dilansir Merdeka.com, Rabu (15/10) kemarin.

Seperti hasil analisa, akses internet berkecepatan tinggi ini ternyata juga menjadi sumber produktivitas pertumbuhan ekonomi nasional. Ditemukan bahwa, pertumbuhan 10 persen pengguna internet, dapat memberi kontribusi 1.23 persen sampai 1.38 persen pertumbuhan ekonomi.  Sehingga pada tahun 2019, Bappenas diharap mencapai target akses tetap di wilayah perkotaan yakni, 71 persen rumah tangga (20 Mbps) dan 30 persen populasi dan akses bergerak (1 Mbps). Di wilayah pedesaan ditargetkan telah menjangkau 49 persen rumah tangga (10 Mbps) dan 6 persen populasi serta akses bergerak ke 52 persen populasi (1 Mbps).

“Untuk meningkatkan adopsi layanan pitalebar oleh masyarakat luas, harga layanan pitalebar ditargetkan paling tinggi sebesar 5 persen dari rata-rata pendapatan bulanan pada akhir tahun 2019,” sebut Armida.

Armida pun berharap agar proses pengembangan RPI ini dapat menjadi terobosan baru Indonesia untuk mengejar ketertinggalan dari negara-negara lain. "Tanpa adanya terobosan, Indonesia akan mengalami potensial loss (kebocoran, red) yang besar dan tertinggal dari negara lain," tandasnya.

Program ini tampaknya mendapat respon positif dari sejumlah pihak, seperti komentar yang dituturkan Wakil Kamar Dagang dan Industri (Kadin) bidang Telekomunikasi, Didik Suwondo bahwa RPI dipandang menjadi program yang akan menjadi landasan hukum bagi dunia usaha untuk membangun sistem teknologi informasi di masa mendatang.

Sumber : Merdeka.com/Wartaekonomi.com/ls
Halaman :
1

Ikuti Kami